Rabu, 17 Juni 2020

PAILIT DALAM HUKUM DAGANG

A. Pengertian Kepailitan

Istilah Bangkrut atau Bankrupt  sama dengan istilah Pailit yang berakar dari bahasa Italia "banca rotta" yang artinya meja yang latah, dan di abad XVI meja yang patah di lambangkan bagi peminjam uang yang insolven.

Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh harta kekayaan Debitur untuk kepentingan seluruh Kreditornya. Tujuna Kepailitan adalah untuk membagi seluruh kekayaan Debitor oleh Kurator kepada semua Kreditor dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing. Melalui sita jaminan dapat dihindari sita dan eksekusi oleh para Kreditor secara sendiri-sendiri
Sita umum tersebut mencakup kekayaan Debitor baik yang ada diluar negeri yang dalam pelaksanaannya dianut asas Teritorial yang berhubungan dengan prinsip kedaulatan negara. 

B. Sumber Hukum Kepailitan

Konsep dan dasar hukum Kepailitan terdapat dalam;
1. KUHPerdata Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal 1133 dan Pasal 1134;
2. Faillisements-Verordening, Staatblad 1905-217 jo, Staatblad 1906-348;
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan;
4. Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban pembayaran utang.

C. Prinsip Dalam Hukum Kepailitan

1. Perlakuan yang sama terhadap Kreditur, tidak Diskriminatif
Perlakuan yang adil terhadap para Kreditur, baik domestik maupun asing adalah prinsip yang utama didalam hukum Kepailitan Indonesia, 

2. Pernyataan Pailit
Pasal 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang menegaskan bahwa palinh sedikit harus ada dua Kreditor, dan Debitor sedikitnya tidak membayar satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata dimana ditetapkan bahwa pada dasarnya pembagian kekayaan Debitor antara para Kreditornya harus dilakukan secara pari passu pro rata parte.

3. Pihak yang dapat Mengajukan Permohonan Pailit
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang mengatur tentang siapa saja yang berhak mengajukan permohonan Pailit;
A. Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo/waktu dan dapat ditagih, dinyatakan paillit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.
B. Permohonan sebagaimana pada ayat 1 tersebut hanya dapat diajukan oleh Kejaksaan untuk kepentingan umum.
C.  Dalam hal Debitor adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
D. Dalam hal Debitor adalah perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
E. Dalam hal Debitor adalah perusahaan Asuransi, perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan Publik, permohknan pernyataan pailit dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

4. Kepailitan Hanya Meliputi Kekayaan Debitur
Kepailitan hanya mencakup kekayaan, status pribadi seorang individu tidak akan dipengaruhi oleh kepailitan, ia tidak ditaruh dibawah pengampuan. Suatu perusahaan akan tetap ada setelah putusan pernyataan kepailitan diucapkan. Selama proses kepailitan, tindakan terhadap harta kepailitan hanha dapat dilakukan oleh Kurator, tetapi tindakan lain merupakan wewenang Korporat Debitur.
5. Paritas Creditorium
Prinsipnya, semua Kreditor mempunyai hal yang sama atas pembayaran. Harta kepailitan akan dibagikan sesuai porsi besarnya tuntutan Kreditor (Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata). Prinsip paritas creditorium terhadap Kreditor yang mempunyai hak jaminan khusus (Jaminan atas hak tanggungan, hipotik maupun gadai) dan para Kreditor yang menikmati suatu hak prioritas menurut peraturan hukum (seperti halnya pihak pajak yang berwenang atau para karyawan) sesuai dengan aturan dalam Pasal 1133 KUHPerdata.
6. Penetapan
Hanya Kreditur yang mempunyai tuntutan terhadap Debitur pada saat pernyataan pailit diucapkan dapat menuntut pembayaran dari harta kepailitan. Pada saat putusan pailit tersebut diucapkan tanggungjawab Debitur akan "dibekukan". Prinsip atas "Penetapan" memegang peranan penting. Prinsip tersebut menentukan bahwa dengan adanya putusan pernyataan kepailitan kedudukan para Kreditur yang terlibat dalam harta kepailitan menjadi tidak berubah. Dalam hal yang sama, harta kepailitan akan "dibekukan", Debitur yang pailit tidak akan mengalihkan kekayaannya.
7. Actio Paulina
Dalam keadaan tertentu Kreditur dapat menggugat keabsaan transaksi hukum yang dimuat Debiturnya. Hak gugat ini berasal dari hukum Romawi dan dikenal dengan nama Actio Paulina. Tujuannya adalah restitusition ininttegrum (pemulihan keadaan semula) dalam hal terjadi fraus creditorium (penipuan terhadap Kreditor). Lembaga Actio Paulina tersebut secara rinci diatur dalam Pasal 41-50 Undanh-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang juga dalan Pasal 1340 dan 1341 KUHPerdata.
8. Pencocokan Piutang (Verifikasi) dan Likuidasi
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang mengatur penyelesaian harta kepailitan (Pasal 168-189) pada tempat urutan setelah semua tintutan Kreditor dicocokkan (diverifikasi) dalam suatu rapat pencocokan piutang (104-133). Dalam rapat percekcokan piutang Hakim Pengawas wajib membacakan daftar piutang-piutang yang sementara diakui dan daftar piutang-piutang yang oleh Kurator dibantah. Setiap Kreditur yanh disebutkan dalam daftar tersebut, diperbolehkan meminta supaya Kurator memberikan keterangan tentang masing-masing piutang, alasan penempatannya dalam salah satu daftar, membantah kebenaran piutang tersebut atau membantah adanya hak untuk didahulukan atau adanya hal menahan suatu benda, atau menyetujui pembatahan yang telah dilakukan.


demikian semoga artikel saya ini dapat memberi manfaat bagi kawan-kawan. Share/bagikan apabila artikel ini membantu. 

terimakasih



sumber: HKUM4207